Banyuwangi, Metro Jatim;
Dikarenakan para petani semakin sulit memperoleh pupuk karena kelangkaan pupuk bersubsidi, komisi II DPRD Kabupaten Banyuwangi meminta kepada pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 10 tahun 2022 tentang tata penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi II, Hj. Siti Mafrochatin Ni'mah usai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pertanian dan Pangan, pujian petani yang tergabung dalam Federasi HIPPA Banyuwangi atas kelangkaan pupuk subsidi.
Menurutnya, selain tanaman padi, Kabupaten Banyuwangi juga merupakan sentra buah naga dan jeruk unggul yang memiliki rasa lebih manis. Namun dengan adanya regulasi baru, petani buah naga dan jeruk tidak dapat menggunakan subsidi pupuk.
“Prihatin, dengan adanya Permentan 10 ini, petani buah jeruk dan naga di Banyuwangi tidak bisa lagi menikmati subsidi pemerintah karena tidak boleh menggunakan pupuk bersubsidi,” ucapnya.
Dengan kondisi seperti itu, DPRD Banyuwangi tetap terus berupaya untuk menyediakan pupuk subsidi bagi para petani.
Di sisi lain, dewan juga meminta kepada para petani untuk segera melaporkan, apabila menemukan distributor kios pupuk subsidi yang menaikan harga tak sesuai dengan yang ditentukan oleh pemerintah.
“Bawa bukti, kami akan tindak tegas kalau sampai ada yang menaikkan harga pupuk,” cetusnya.
Hj.Ni'mah menegaskan, tidak ingin ada kios yang nakal. Ia meminta kepada Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) untuk tegas.
Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto menambahkan, pupuk ini bukan karena alokasinya, melainkan kebutuhan petani terhadap pupuk subsidi yang cukup besar.bUntuk satu hektar petani membutuhkan minimal 3 kwintal. Sedangkan pemerintah hanya memberikan alokasi pupuk subsidi kepada petani sebanyak 175 kg per hektar dan sisanya 125 kg tentu harus membeli pupuk non subsidi.
“Seharunya Dinas Pertanian Banyuwangi memberikan penjelasan terkait subsidi jatah kepada para petani agar mereka mengerti,” pinta Michael Edy Hariyanto.
Dalam audiensi, pihak Dinas Pertanian menyebut pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (e-RDKK). Dan harga pupuk bersubsidi dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) sesuai ketentuan pemerintah pusat.
Tetapi pernyataan yang disampaikan dinas itu dibantah oleh Ketua Federasi HIPPA Sunoto. Menurutnya hal itu terbalik dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Petani masih kesulitan mendapatkan pupuk alias langka, ditambah dengan harga yang tak menentu.
"Kondisi ini membuat petani di desa kami kelimpungan, karena hampir tiga bulan ini berhenti menanam karena tidak ada pupuk," ucapnya. (Herman)