Tiga Asosiasi di Malang Prihatin Nasib Gula Lokal Tak Terbeli - METRO JATIM

Breaking

Post Top Ad

Pasang Iklan Disini

Post Top Ad

Pasang Iklan Disini

Minggu, 31 Januari 2021

Tiga Asosiasi di Malang Prihatin Nasib Gula Lokal Tak Terbeli


Malang, Metro Jatim;

Harga gula lokal di pasaran kalah dengan gula import berdampak menggunungnya stok gula di beberapa pabrik produsen gula di Malang, hal ini akibat oleh kebijakan impor gula yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Menumpuknya stock gula di 2 pabrik gula di Malang, yakni PG Krebet dan PG Kebon Agung, stock gula lokal di Kabupaten Malang mencapai 60.000 ton. 


Hal tersebut mengundang keprihatinan beberapa asosiasi pengusaha Malang Raya. Salah satunya ialah Indra Setiyadi, pengusaha restoran yang juga menjabat sebagai Ketua Apkrindo (Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia). Menurutnya, yang juga pemilik RM Kertanegara ini bahwa penumpukan gula lokal yang diketahui mencapai 62 ton di 2 pabrik dan tidak terjual, karena harganya kalah bersaing dengan gula import. Oleh karena itu ia berharap peran serta pemerintah dalam menentukan kebijakan lebih berpihak pada gula rakyat.


“Harapan kami, pemerintah lebih bisa mengontrol karena harus lebih prioritas gula rakyat daripada gula import,” ungkap Indra Setiyadi.


Lanjut Indra Setiyadi keprihatinan ini murni respon spontan melihat menumpuknya stock gula di 2 pabrik gula di Malang, tentunya akan berpengaruh kepada petani tebu. Tidak ada kepentingan apapun karena ia merasa orang awam di dunia gula, tetapi yang pasti merupakan konsumen yang menggunakan gula. Semata-mata membantu permasalahan para petani tebu di Malang Raya.


“Untuk membantu petani tebu Malang Raya ini, kita menghimbau teman-teman untuk membeli produk gula lokal, supaya bisa terserap,” ujarnya


Selain dari Apkrindo respon datang dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Malang dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Malang. Ketua PHRI Malang Agus Basuki mengatakan pihaknya sangat mendukung gerakan membeli gula lokal. “Kami mendukung gerakan membeli gula lokal karena hal ini untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal khususnya,” katanya.


Sependapat dengan 2 asosiasi lainnya  Ketua APPBI Malang Suwanto juga menyampaikan bahwa turut prihatin atas kondisi tersebut. “Makanya kami beberapa asosiasi bermaksud untuk berkumpul guna membahas masalah ini. Kami mencoba bisa turut andil dalam membantu menyelesaikan masalah. Selain itu ia berharap pihak pemerintah menindaklanjuti persoalan ini, paling tidak mengatur regulasi agar memprioritaskan gula lokal,” katanya.


Menumpuknya stock gula di 2 pabrik gula di Malang ini rupa-rupanya benar menimbulkan permasalahan sendiri kepada petani ataupun pengusaha tebu di Malang. Seperti yang dikatakan salah satu petani dan pengusaha tebu yang juga istri kepala desa dari wilayah Kec. Jabung Kabupaten Malang, mengatakan bahwa dengan permasalahan ini pembayaran tebu dari pabrik menjadi kurang lancar.


“Iya memang ada masalah saat ini, kita kirim tebu terus tetapi pembayaran lama,” tuturnya.


Terkait dengan gerakan menggunakan gula lokal ini, ia sangat berterimakasih kepada asosiasi Apkrindo, PHRI dan APPBI yang mau memperhatikan nasib para petani tebu di Malang Raya.


Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Malang Pantjaningsih Sri Redjeki memberikan keterangan, bahwa kebijakan pemerintah pusat yang melakukan impor gula, membuat investor belum menjalankan niatnya untuk membeli hasil tebu rakyat. Sedangkan menurut data, hasil dari Pabrik Gula Kebon Agung dan Krebet di Kabupaten Malang telah mencapai lebih dari 80.000 ton.


Permasalahan gula lokal ini sebenarnya telah dilakukan komunikasi bersama diantara para pemangku kebijakan. Baik dari Pemerintah yang diwakili oleh Kemendag, KemenkopUKM, DPR RI, serta Asosiasi Petani Tebu. Telah terjadi kesepakatan sebesar Rp 11.200 per kg untuk gula yang akan dibeli oleh investor di seluruh Indonesia.


"Namun hal tersebut tidak mampu terwujud hingga saat ini. Nasib gula lokal tetap menumpuk di gudang-gudang pabrik. Tercatat 12 Investor yang sedianya membeli gula produksi pabrik lokal sampai hari ini belum memenuhi janjinya. Ironisnya terjadi penandatanganan impor gula sebanyak lebih dari 1,9 juta ton. Maka manisnya gula ternyata terasa pahit bagi petani tebu," tutupnya.


[DjoniUR/giar]

Post Top Ad

Pasang Iklan Disini