Banyuwangi, Metro Jatim;
Inginnya membantu namun apa daya justru jadi sasaran bulan bulanan pertanyan warga seperti apa yang dialami kepala desa Gladag A.Chaidir Sidqi, berawal dari program pemerintah melalui pengajuan sertifikat Kolektif dengan swadaya masyarakat SMS meliputi enam desa, seperti desa Bedewang, desa Karangbendo, desa Gladag, desa Parijatah Wetan, desa Kebondalem, desa Sumberbulu.
Pengajuan sertifikat Kolektif melalui program swadaya masyarakat SMS diajukan pada tahun 2018 dengan janji penyelesaian kurang dari satu tahun namun janji yang disampaikan oleh kepala desa ternyata meleset tidak tepat waktu, justru tidak ada kejelasan yang bisa disampaikan untuk meredam kekecewaan warga yang selama ini menunggu janji yang tidak jelas.
Kekecewaan warga pemohon meminta agar segera diselesaikan terkait sertifikat yang sampai saat ini tidak ada kabarnya, ocehan warga pemohon selama ini dialamatkan kepada kepala dusun seperti apa yang dialami Jakiyah. Jakiyah adalah kepala dusun susukan desa Gladag yang merasa tidak nyaman bila berhadapan dengan warganya karena dirinya sebagai kordinator dusun degan janji kurang dari satu tahun sesuai apa yang disampaikan oleh pak kades, namun sampai saat ini Sertifikat yang dijanjikan belum juga selesai.
Saat ditemui awak media pada 14/08/2019 dikediamanya Jakiyah kepala dusun Susukan mengatakan dirinya tidak nyaman kalau ketemu warganya karena apa yang dijanjikan oleh kepala desa yang dilanjutkan oleh dirinya terkait penyelesaian Sertifikat kurang dari satu tahun ternyata sampai saat ini belum ada kejelasan kapan selesai.
"Saya sampai gak enak kalau ketemu sama warga ku mas, karena saya selaku kordinator yang menjanjikan bahwa penyelesaian Sertifikat kurang dari satu tahun sesuai apa yang di sampaikan oleh pak kades, samun sampai sekarang belum ada kabar kapan selsainya, saya juga terus menanyakan kepada pak Kades terkait sertifikat," ucap Jakiyah
Apa yang disampaikan oleh Jakiyah salah satu kadus perempuan yang ada di desa Gladag dibenarkan oleh A.Chaidir Sidqi. mengatakan bahwa dirinya terus mendatangi Badan Pertanahan Negara BPN Banyuwangi hampir setiap minggu, namun sampai saat ini menurut ditlrinya belum ada kejelasan karena beberapa alasan yang tidak jelas.
"Aduh mas saya hampir setiap minggu datang ke BPN Banyuwangi untuk menanyakan perkembangan proses sampai dimana, namun apa daya saya hanya bisa bertanya dan jawabannya katanya adanya perpindahan Kasi sehinga pengaruh dengan proses pembuatan Sertifikat, saya juga heran yang namanya berkas di kantor BPN kok bisa hilang, setelah ditanyakan baru dicari ," kata A. Chaidir.
Seharusnya setelah adanya program pemerintah melalui Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap atau PTSL dengan biaya murah Rp. 150.000 tidak ada lagi keluhan warga untuk tidak memiliki Sertifikat, namun ada saja beberapa desa yang tidak mengambil program tersebut sehingga berdampak dengan adanya program lain yang justru dirasakan oleh warga sangat terbebani dengan biaya mahal. (Agus Salim)