Di sela kunjungannya ke Filipina, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyempatkan diri menggelar pertemuan bilateral dengan State Counsellor Myanmar Daw Aung San Suu Kyi (Daw Suu). Pada pertemuan itu, Jokowi membahas konflik yang terjadi di Rakhine State, dimana banyak dihuni oleh kaum Muslim Rohingya.
Menurut keterangan Kepala Biro Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, kepada Media Sabtu (29/4/2017), pertemuan sendiri diadakan di ruang Hotel Sofitel, Philippine Plaza, Manila, pada Sabtu, 29 April 2017, sebelum bertolak menuju acara pembukaan KTT ASEAN ke-30.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto; Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution; Menteri Luar Negeri Retno Marsudi; dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Pada pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit tersebut, Menlu Retno Marsudi mengatakan Daw Suu menyampaikan rasa terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang selama ini telah banyak membantu Myanmar menuntaskan permasalahan yang terjadi di Rakhine State.
“Daw Suu menyampaikan bahwa situasinya memang tidak mudah, tetapi Daw Suu menyampaikan bahwa komitmen pemerintah Myanmar sangat kuat untuk memperbaiki situasi yang ada di Rakhine State,” kata Retno.
Jokowi kemudian kata Retno menyampaikan kepada Daw Suu bahwa kestabilan sebuah pemerintahan sebagai sesuatu yang harus tetap dipelihara. Lantaran, kestabilan politik di Myanmar juga memiliki implikasi yang luas di kawasan, khususnya di Asia Tenggara.
Selain itu, kata Retno Jokowi berkomitmen menawarkan bantuan kerja sama kepada Pemerintah Myanmar. Tidak hanya bantuan yang bersifat segera, seperti pengiriman kontainer bantuan yang telah dilakukan beberapa waktu lalu, tapi juga kerja sama di antara kedua negara yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang.
Selain itu kata Retno, Jokowi dan Daw Suu sempat membicarakan seputar pembangunan Masjid di Rakhine. Daw Suu mengatakan semua masalah perizinan telah selesai, sehingga konstruksi dapat dimulai sesegera mungkin.
Pertemuan itu juga membicarakan pengembangan kapasitas sumber daya Myanmar, terutama mengenai kebutuhan akan pelatihan bagi para polisi Myanmar.